TiGa AyAm PenAkuT

Tante Upiq sering sekali kirimin aku dongeng-dongeng yang bagus lewat email-ku. Salah satu yang aku suka adalah Tiga Ayam Penakut. Cerita lengkapnya seperti di bawah ini. Kalau tertarik boleh baca kok...

Suatu hari di lingkungan kerajaan ayam, hiduplah 3 ekor anak ayam. Namanya Cika, Ciku, dan Coki. Mereka seperti anak-anak ayam yang lain, senang bermain sepanjang siang dengan teman-temannya. Tetapi ketiganya memiliki sifat yang sama, mereka sama-sama penakut.

Sifat penakut ini mereka miliki mulai dari menetas sampai besar. Ketika malam menjelang, makin menjadilah sifat penakut mereka. Cika, Ciku, dan Coki takut akan gelap. Sayap mereka yang kecil bergetar dan menggigil ketakutan. 


Cika bergumam, "Di sana ada suara aneh. Apakah kalian berdua mendengarnya?" 

Ciku berkata, "Benar, saya juga mendengarnya. Apakah kamu juga mendengar suara aneh itu?" tanyanya pada Coki.

Coki menjawab, "Iih, seraaam!"


Berulang kali mereka berkata, "Iih seraam. Suara apa ya?"


Coki, yang merupakan anak yang paling kecil berteriak dan memanggil-manggil ibunya, "Ibuuu! Ibuuu! Tolong kami, tolong kami, di sana ada suara aneh!"


Si ibu yang mendengar anak-anaknya berteriak, tergopoh-gopoh berlari menghampiri mereka dan berkata, "Apa yang kalian takutkan? Kalian takut gelap? Tenanglah, tidak ada suara yang aneh! Itu hanya suara gemerisik pepohonan."


Cika, Ciku, dan Coki mendengar perkataan ibu mereka. Namun, apakah mereka kini telah tenang? Ternyata tidak! Mereka kembali ketakutan, selalu seperti biasanya. Tiga anak ayam yang ketakutan.


Bulan berganti bulan, ketiga anak ayam itu kini telah berubah menjadi tiga ayam dewasa. Apakah setelah dewasa ketiga ayam tetap saja takut? Coba adik-adik tebak?


Benar, mereka masih tetap penakut, takut pada segala sesuatu. Setiap malam tiba Cika selalu gelisah, "Ada suara aneh! Apakah kalian mendengarnya?"


Ciku pun dengan ketakutannya menjawab, "Benar. Apakah kamu juga mendengar suara aneh itu?" tanyanya pada Coki.


Dan Coki selalu berucap, "Iiih seraaam."


Mereka berulang kali berucap, "Benar, benar, iiih seraaam."


Jika sudah begitu, mereka pasti pergi menghampiri ibunya yang kini telah tua sambil berteriak. Melihat ketiga anaknya yang sudah besar itu selalu saja ketakutan, si ibu berkata dengan sedih, "Kalian sekarang sudah besar. Kalian harus tahu bahwa malam itu seperti siang hari. Malam itu juga indah seperti siang hari. Bila malam tiba, bulan menyinari kegelapan. Bintang-bintang bersinar terang. Semua itu bukanlah sesuatu yang menakutkan." Mereka pun terdiam.


Pada suatu hari, raja dari kerajaan ayam mengirim utusannya. Utusan raja ayam itu mengumumkan, "Kepada seluruh rakyat kerajaan ayam, baik ayam jago atau ayam betina, diwajibkan berkumpul untuk bertemu dengan raja. Ada permasalahan penting yang harus dibicarakan. Oleh karenanya semua harus datang. Jangan ada yang tidak datang."


Mendengar pengumuman ini, semua ayam jago dan betina serta merta berangkat menemui raja mereka. Dengan sabar mereka menunggu sang raja berbicara. Tidak lama kemudian, raja ayam itu mulai bicara, "Rakyatku, kita akan berangkat ke kerajaan kelinci. Kita beri mereka pelajaran, karena mereka telah merebut makanan kita. Oleh karenanya, semua ayam jago dan betina harus bersiap-siap. Barangsiapa yang tidak ikut berperang atau lari dari peperangan, akan dikenai hukuman."


Wah seru nih! Ayam berperang dengan kelinci. Bagaimana ya, ayam berperang dengan kelinci? Adik-adik tahu tidak?
Si ayam akan mematuk dan menggunakan cakarnya. Sedangkan kelinci melompat ke sana ke mari. Apakah perang benar-benar terjadi? Lalu, bagaimana dengan ketiga ayam yang penakut itu? Kita lanjutkan yuk ceritanya.


Semua ayam jago dan betina berbaris, bersiap-siap untuk melakukan penyerangan. Mereka mengasah paruhnya masing-masing. Namun lain halnya dengan ketiga ayam yang penakut itu. Bukannya mempersiapkan diri untuk berperang, mereka malah menggigil ketakutan. Mereka bingung, apa yang dapat mereka lakukan? Ciku bergumam, "Saya takut."


"Saya juga takut. Tapi, apa yang dapat kita lakukan sekarang? Jika kita lari dari peperangan, maka raja akan menghukum kita." Kata Cika.


Coki pun dengan pesimis berkata, "Begini saja. Kita berjalan di tengah-tengah barisan. Urusan mati atau tidak kita serahkan pada Allah."


Barisan pasukan ayam berjalan menuju kerajaan kelinci. Semuanya berjalan dengan gagah dan berani. Tentu, selain tiga ayam itu. Mereka berjalan di tengah-tengah barisan terakhir. Di tengah perjalanan, Cika berbisik, "Saya takut." 


Ciku berkata, "Oh, bagaimana jika seekor kelinci mematahkan paruhku. Saya akan menjadi ayam tanpa paruh. Bagaimana saya dapat makan dan minum, kalau saya tidak mempunyai paruh?"

Coki pun begitu, "Takuut!" Mereka bertiga terus menerus mengulangi, "Benar! Benar! Takuut!"


Ketiganya berjalan dengan tubuh gemetaran karena takut. Cika berujar, "Saya takut, apa yang akan kita kerjakan?"


Ciku berkata, "Kalau begitu, mari kita lari!"


"Tapi……," Coki memotong pembicaraan dan kembali meneruskan, "Raja akan menemukan kita dan menghukum kita semua, lalu apa yang dapat kita lakukan?"

Cika dan Ciku berkata, "Menyedihkan sekali."


Mereka berulang kali mengucapkan, "Benar, benar, menyedihkan sekali."


Menjelang malam, pasukan ayam tiba di sebuah ladang. Raja memerintahkan pengawalnya agar memberitahukan kepada semua ayam untuk beristirahat hingga esok pagi di ladang itu.


Pengawal raja berdiri di tengah-tengah barisan dan mengumumkan, "Raja memerintahkan kita untuk beristirahat di sini hingga esok pagi. Setelah itu, baru kita akan melanjutkan perjalanan ke kerajaan kelinci."


Cika, Ciku, dan Coki memperhatikan keadaan sekitarnya. Kemudian Cika berkata, "Apakah kita beristirahat di ruang terbuka hingga pagi hari? Tidak, tidak." Ciku melihat sebuah tong besar dan memberi ide, "Bagaimana pendapat kalian, jika kita bersembunyi di dalam tong itu?"


Coki menjawab, "Boleh. Mari kita bersembunyi di dalam tong besar ini. Besok, raja dan pasukannya akan melanjutkan perjalanan ke kerajaan kelinci. Pasti tidak ada satupun di antara mereka yang melihat kita ikut dalam barisan. Setelah itu, kita bisa kembali ke rumah."


Ciku mengajak kedua saudaranya, "Mari kita bersembunyi."


Di pagi hari, sang raja bangun dari tidurnya dan memperhatikan ke sekelilingnya. Raja takjub. Ternyata ladang itu amat subur, penuh dengan makanan. Sang raja bergumam dalam hati, "Di hadapan kita banyak terhampar gandum. Kita akan tinggal beberapa saat di ladang ini untuk menambah bekal kita dengan gandum-gandum itu."


Pengawal raja berdiri di tengah-tengah pasukan dan mengumumkan perintah raja agar tinggal di ladang itu untuk mencukupi perbekalan. Ketiga ayam yang berada di dalam tong itu mendengar perintah raja. Mereka menjadi bingung, apa yang akan dilakukan. Apakah mereka akan tetap tinggal di dalam tong itu selama beberapa hari? Cika berkata, "Jika kita keluar dari tong ini, maka raja akan segera mengetahui bahwa kita berniat lari dari peperangan ini, sehingga dia akan menghukum kita."


Ciku mendesah, "Ya mau bagaimana lagi? Jika kita tidak keluar, maka kita akan mati kelaparan dan kehausan di dalam sini."


Coki dengan bingungnya bertanya, "Bagaimana? Apa yang akan menimpa diri kita? Apa yang akan kita lakukan?"


Mereka saling berpandangan, sama-sama bingung. Mereka teringat pada ucapan ibu mereka, "Wahai anak-anakku! Apa yang kalian takutkan?"


Akhirnya, mereka memutuskan untuk keluar dari tong itu. Mereka pergi menghadap sang raja dan memohon ampun padanya. Syukurlah raja tidak marah dan menyuruh mereka bergabung dengan yang lainnya. Mereka tinggal di ladang itu bersama ayam-ayam yang lain dengan perasaan suka cita, bahagia dan tanpa rasa takut lagi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HaRi yaNg mEnyeNangKan

JaWabaN TeKa-tEki

#FUNFACT LM Psikologi 5